Judul : Habibie & Ainun
Pemain : Reza Rahadian, Bunga Citra Lestari
Sutradara : Faozan Rizal
Produser : Dharmoo Punjabi, Manoj Punjabi
Produksi : MD Pictures
Satu lagi rilisnya film karya anak bangsa Indonesia yang
diadaptasi dari sebuah buku fenomenal karya Presiden Indonesia ketiga,
B.J. Habibie, yang berdasarkan kisah nyata. Sebuah perjalanan Sang
Profesor dengan belahan hatinya, Ibu Ainun.
Awal film dimulai dengan kisah masa muda Habibie dan Ainun semasa SMP.
Mereka berdua sudah terkenal sebagai siswa yang jenius. Bahkan sang guru
pun sampai menyebut keduanya adalah jodoh. Namun bagi Habibie, Ainun
hanyalah seseorang yang seperti gula jawa; hitam dan gendut.
Namun persepsi gula jawa Habibie kepada Ainun berubah ketika mereka
bertemu kembali setelah dewasa. Gula jawa itu berubah menjadi gula
pasir; putih, manis, dan cantik.Ainun sudah berubah menjadi seorang
dokter yang cantik dan menarik semua lelaki, termasuk Habibie. Ketika
dua pasang mata itu bertemu kembali, ada perasaan baru yang muncul di
sana; cinta. Perasaan yang tak bisa dielak, hingga akhirnya Habibie dan
Ainun pun akhirnya menikah dan pergi untuk menetap di Aachen, Jerman.
Hidup mereka di Jerman masih serba pas-pasan. Tinggal di sebuah flat yang
sangat sederhana. Tapi kehidupan pas-pasan mereka tak mengurangi rasa
cinta yang tumbuh. Hingga mereka pun akhirnya dikaruniai dua anak
laki-laki dan hidup mereka pun berubah menjadi lebih sejahtera.
Alur terus maju, hingga masuk peristiwa-peristiwa seperti saat Habibie
mulai membangun pesawat terbang N250 yang diberi nama Gatotokoco,
menjabat Menteri Negara Riset dan Teknologi, menjadi wakil presiden, dan
akhirnya menjadi presiden. Menggantikan rezim Soeharto yang berkuasa
selama 32 tahun. Mengubah orde baru menjadi reformasi. Namun, menjabat
sebagai presiden memang bukan hal mudah. Habibie menjadi orang yang
super sibuk dari biasanya. Bahkan ia seperti tak berkawan dengan kata
istirahat. Satu dialog yang saya suka dari Ibu Ainun ketika menasihati
suaminya, "Gimana kamu mau memimpin 200 juta orang kalau kamu nggak bisa
mimpin tubuh kamu sendiri."
Namun akhirnya Habibie pun mundur dari jabatannya. Setelah mundur ia
bisa menemukan keadaan yang lebih tenang. Menikmati kembali momen-momen
berdua yang romantis bersama Ainun di Jerman.
Namun, momen bahagia itu tak berlangsung lama, Ainun yang divonis
terkena kanker ovarium, terpaksa harus dioperasi dan dirawat di salah
satu rumah sakit di Jerman. Namun, di saat sakitnya Ainun, beliau masih
memikirkan Habibie untuk selalu meminum obatnya secara rutin karena
beliau menderita TBC. Hingga akhirnya, Ainun pun meninggal di Jerman,
dan jasadnya dimakamkan di Indonesia.
Berbagai perasaan campur aduk saat menonton film ini. Tawa, air mata,
serta rasa marah saya rasakan. Entahlah, banyak hal-hal busuk mengenai
politik Indonesia yang ditampilkan di film ini.
Pertama ketika Habibie sedang proses membangun Gatotkoco. Ada orang
nyinyir di situ. Dia bercerita dengan temannya di kamar mandi yang
bermaksud dengan mengejek Gatotkoco. Kira-kira seperti ini:
"Ketika terjadi perang Kuwait dan Iraq, kemudian lewatlah pesawat
Hercules Amerika. Lalu pesawat ditembaki, namun masih bisa lewat.
Jelaslah, pesawat Amerika. Namun ketika pesawat Indonesia yang lewat,
tapi tidak ditembaki. Kenapa? Nanti juga jatuh sendiri. "
Orang Indonesia nyinyir seperti itu sumpah, nggak lucu banget. Emang ini
cuma film. Tapi plis deh, kalo emang beneran ada orang yang gitu, pergi
aja deh dari Indonesia. Indonesia juga nggak butuh orang-orang yang
suka nyinyir dengan orang yang mau berpikiran maju, yang ingin
mengembangkan Indonesia menjadi lebih baik.
Satu lagi, saat pengembangan itu, ada sosok yang sungguh menyebalkan
yang diperani oleh Hanung Bramantyo. Dia menyogok Habibie untuk
mendapatkan proyek. Berawal dengan memberikan parcel yang ternyata di
dalamnya terdapat sepasang jam tangan mahal. Habibie pun
mengembalikannya. Lalu pria itu memberikan uang yang nominalnya entah
berapa juta, dan upaya terakhirnya adalah dengan mengirim perempuan
seksi untuk memberikan dokumen sekaligus menggodanya. Sungguh menjijikan
caranya. Dan Habibie menolak semuanya.
Lalu ketika IPTN ditutup. Beneran deh, adegan ini nyesek banget. Rasanya
seperti mimpi indah kita yang sedang dbangun dengan optimisme dan passion, diruntuhkan
begitu saja. Sakit. Habibie di sini menangis. Heran saya, orang hebat
seperti Habibie bisa kurang dihargai di negeri sendiri, namun justru
lebih dihargai di Jerman. Padahal beliau sangat percaya pada bangsa ini
untuk bisa mandiri dan maju.
Dan yang paling sedih tentu saja ketika masa-masa sakitnya Ainun hingga akhirnya meninggal. Terasa banget sedihnya.
|
edited bysaiful |
Untuk pemeran Habibie, yaitu Reza Rahadian, memang pas. Walaupun memang
secara postur tubuh sangat tidak mirip. Pak Habibie yang bertubuh tak
terlalu tinggi, sebaliknya dengan Reza. Tapi raut wajah, cara berjalan,
cara berbicara Pak Habibie, bisa Reza perankan dengan sangat baik. Ah~
Reza Rahadian emang nggak ada matinya deh. Ganteeeennnggg...
|
B.J. Habibie & Reza 'Ganteng' Rahadian |
Sedangkan pemeran Ibu Ainun adalah Bunga Citra Lestari alias BCL. Di
sini juga ia bisa perankan dengan cukup baik. Walaupun BCL terlalu modis
di era itu menurut saya. Tapi cantiknya emang nggak mati deh. By the way, ada sedikit keganjalan menurut saya, yaitu saat peluncuran pesawat Gatotkoco. Di situ, BCL memakai sunglasses. Entahlah, sunglasses yang dipakainya itu terlalu modern untuk tahun '90an. Tapi overall, akting BCL di sini juga cukup bagus. Selain itu, dia juga mengisi soundtrack di film ini dengan suranya yang merdu.
Ada lagi yang kurang sreg buat saya di film ini. Promosi dari sponsornya
itu loh terang-terangan banget. Mirip sama film Di Bawah Lindungan
Ka'bah. Kalau film ini promosi banget Gery Chocolatos sama kosmetik
Wardah. Nggak salah sih sebenernya, tapi ngeliatnya jadi maksa banget.
Jadi mengurangi keindahan di film ini.
Well, overall film ini cukup layak ditonton dan cukup bisa menguras
air mata. Walaupun ada hal-hal yang bikin kecewa.